Anak Sebagai Alat Melampiaskan Dendam

Rupanya Indonesia yang terkenal akan sifat tenggang rasanya dan adat ketimuran sedang dilanda musim rebutan anak. Jika ada persoalan atau perpisahan antara seorang suami dan istri maka dendam kesumat akan dilampiaskan.

Caranya selain menghaki atau tidak adil dalam pembagian harta bersama juga menyakiti mantan kekasih/pasangan itu dengan menghaki anak-anak menjadi miliknya seorang. Ya, anak dijadikan alat untuk melampiaskan sakit hati dan dendam, tidak ada keputusan yang baik untuk perkembangan jiwa anak, anak dipaksa untuk memilih atau membenci ibu atau ayahnya, atau dipaksa untuk berpisah dengan orang yang dicintainya.

Di negara-negara maju masyarakat disana sangat memperhatikan perkembangan jiwa dan kebahagiaan anak, mereka tidak menjadikan anak sebagai alat untuk melampiaskan dendam kepada mantan pasangannya, hakim pun dengan adil memberikan hak yang sama kepada kedua orang tuanya baik untuk membiayai kehidupan anak juga waktu kebersamaan walau anak tersebut anak hasil kumpul kebo, hasil cinta sesaat.

Seorang anak bisa ikut ibunya pada hari senin hingga jumat, tapi pada hari sabtu hingga minggu ikut ayahnya, atau sepanjang waktu sekolah ikut ibunya tapi jika liburan maka dia terbang ke kota lain untuk ikut bersama ayahnya.

Anak adalah selain hasil buah kasih yang direncanakan atau dikehendaki bisa juga hanyalah efek samping dari kenikmatan yang direguk oleh seorang laki dan wanita, tapi bagaimanapun anak tidak boleh dijadikan alat, anak tidak boleh dirusak, anak tidak boleh diajar membenci ibu atau ayahnya apalagi saudaranya.

Beberapa waktu yang lalu ada seorang ibu ingin bunuh diri karena ada oknum polisi yang mau menjalankan tugas memisahkan anak dengan dirinya, seharusnya polisi harus arif dan bijaksana, bagaimanapun itu bukan kasus penculikan, itu bukan kasus penganiayaan anak.

Anak hanyalah korban, tapi apakah selalu akan jadi korban?